Edisi 1809
Masing-masing ada haknya
Islam telah secara jelas menetapkan hak-hak yang melekat pada sesuatu, baik itu dalam hubungan makhluk dengan khaliq (Maha Pencipta, yaitu Allah) atau pun sesama makhluk itu sendiri.
Misalnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya kepada sahabat beliau, Mu’adz bin Jabal, “Wahai Mu’adz! Tahukah engkau apa hak Allah yang wajib dipenuhi oleh para hamba-Nya dan apa hak para hamba yang pasti dipenuhi oleh Allah?” (H.R. Bukhari, Muslim, dan lainnya).
Maka dalam hadis ini bisa diketahui bahwa ada hak Allah yang harus ditunaikan oleh para hamba-Nya dan ada pula hak hamba yang pasti ditunaikan oleh Allah.
Salah seorang sahabat Nabi, yakni Salman Al-Farisi juga pernah menjelaskan tentang berbagai macam hak yang harus dipenuhi oleh seseorang—yang penjelasan ini telah dibenarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam secara langsung.
Salman berkata, “Sesungguhnya Rabbmu memiliki hak yang wajib kau penuhi, dirimu memiliki hak yang wajib kau penuhi, dan keluargamu memiliki hak yang perlu kau penuhi.” (H.R. Bukhari).
Perintah untuk memenuhi hak dan berbuat adil
Dalam lanjutan hadis Salman di atas, Salman juga berkata, “Tunaikanlah setiap hak yang dimiliki oleh setiap yang memiliki hak!” lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenarkannya dengan beliau bersabda, “Salman benar.”
Dari hadis ini kita bisa mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita untuk menunaikan hak-hak yang ada.
Dalam sudut pandang yang lain, Islam adalah agama yang adil dan memerintahkan pemeluknya untuk berbuat adil. Adil adalah nama lain dari pemenuhan hak. Seseorang yang adil adalah seseorang yang menunaikan hak yang dimiliki oleh si pemilik hak itu sendiri, tanpa salah menempatkannya.
Allah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk berbuat adil dengan berfirman (yang artinya), “Berbuat adillah karena ia lebih mendekati ketakwaan.” (Q.S. Al-Maidah: 8).
Allah Ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu untuk berbuat adil.” (Q.S. An-Nahl: 90).
Ketika Allah memerintahkan para hamba-Nya untuk berbuat adil, maka maknanya sama dengan Allah memerintahkan mereka untuk memenuhi hak-hak pihak/orang lain atas dirinya.
Di sisi yang lainnya, Allah Ta’ala adalah Dzat yang Maha Adil. Hal ini berkonsekuensi bahwa Allah Ta’ala pasti menunaikan semua hak.
Hal tersebut sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam khutbah beliau pada haji wada’, “Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menunaikan setiap hak yang dimiliki oleh setiap yang memiliki hak.” (H.R. Ahmad, Abu Dawud, dan lainnya).
Larangan berbuat zalim, yaitu tidak memenuhi hak
Lawan dari adil adalah zalim. Jika adil maknanya adalah memenuhi hak, maka zalim maknanya adalah tidak memenuhi hak. Dengan kata lain, sebagaimana disebutkan di dalam kitab Lisaanul ‘Arab, zalim adalah “meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya”.
Terdapat banyak ayat dan hadis yang memberikan ancaman terhadap perbuatan zalim. Di antaranya adalah firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Ingatlah, laknat Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang berbuat zalim” (Q.S. Hud: 18).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda tentang haramnya berbuat zalim, “Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, ‘Wahai hambaku, sesungguhnya aku haramkan kezaliman atas Diriku dan aku haramkan juga kezaliman atas kalian, maka janganlah kalian saling berbuat zalim’.” (H.R. Muslim).
Ketika Allah memerintahkan para hamba-Nya untuk tidak berbuat zalim, artinya Allah memerintahkan mereka untuk tidak mengabaikan hak-hak pihak/orang lain atas dirinya.
Para rasul diutus agar manusia memenuhi hak
Allah Ta’ala berfirman tentang tujuan diutusnya para rasul (yang artinya), “Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (Q.S. Al-Hadid : 25).
Dalam ayat tersebut Allah secara jelas menerangkan bahwa para rasul diutus di antaranya supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dengan kata lain, supaya manusia bisa memenuhi hak-hak yang ada.
Hal ini sejalan dengan ayat-ayat lainnya yang menjelaskan bahwa para rasul diutus untuk mengajarkan manusia tentang cara mentauhidkan Allah. Tauhid adalah hak Allah. Ketika manusia mentauhidkan Allah, mereka telah memenuhi hak Allah, sehingga mereka telah berbuat adil dalam hal ini.
Hak sangat banyak, pelajarilah
Islam telah mengatur berbagai hak secara terperinci. Para ulama juga telah menyusun karya-karya khusus untuk mengelompokkan berbagai hak yang ada. Di antara 10 hak terpenting di dalam Islam yang sepatutnya menjadi perhatian kita semua adalah apa yang telah dikelompokkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullaah sebagai berikut:
- Hak Allah Ta’ala
- Hak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
- Hak kedua orang tua
- Hak anak
- Hak karib kerabat
- Hak suami istri
- Hak pemerintah dan rakyat
- Hak tetangga
- Hak kaum muslimin secara umum
- Hak nonmuslim
Jika seseorang ingin digolongkan sebagai orang yang adil dan ingin terhindar dari berbuat zalim, hendaknya ia berupaya untuk mempelajari berbagai hak tersebut dan kemudian berusaha untuk memenuhinya sesuai kemampuannya.
Hak terbesar yang harus ditunaikan
Hak terbesar dan yang paling utama untuk ditunaikan di antara berbagai hak yang ada adalah hak Allah. Tentang apa itu hak Allah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskannya dengan bersabda, “Hak Allah yang harus ditunaikan oleh hamba adalah mereka menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Oleh karena itulah ketika Lukman menasihati anaknya untuk tidak berbuat syirik, Lukman berkata, “Sesungguhnya syirik itu kezaliman yang paling besar.” (Q.S. Luqman: 13). Zalim merupakan lawan dari adil. Syirik disebut sebagai kezaliman yang paling besar karena pelakunya tidak memenuhi hak yang paling besar, yaitu hak Allah untuk ditauhidkan.
Penutup
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin berkata:
“Sesungguhnya di antara keindahan syariat Islam adalah Islam memperhatikan keadilan dan menunaikan hak kepada setiap pemiliknya dengan tidak berlebihan dan tanpa pengurangan.
Sungguh Allah Ta’ala telah memerintahkan keadilan, berbuat baik, dan menunaikan hak-hak kerabat. Dengan keadilan pula para rasul diutus, kitab-kitab diturunkan, serta segala urusan dunia dan akhirat tegak karenanya.
Keadilan adalah memberikan hak kepada setiap pemiliknya dan menempatkan sesuatu pada tempatnya. Keadilan ini tidak akan sempurna kecuali dengan mengetahui hak-hak mereka sehingga bisa diberikan kepada pemiliknya.” (Mukadimah Huquq Da’at Ilaiha Al-Fitrah wa Qarrarat-ha Asy-Syariah).
Semoga Allah menambahkan ilmu yang bermanfaat kepada kita semua sehingga kita bisa mengetahui hak-hak yang memang harus kita tunaikan. Semoga pula Allah memberikan kita kemampuan untuk memenuhi hak-hak tersebut. Wallaahu A’lam.
Penulis: Muhammad Rezki Hr., Ph.D. (Alumnus Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)
Muroja’ah: Ustaz Abu Salman, B.I.S.